Eco-SLAPP: Usaha Pembungkaman Pejuang Lingkungan

Yoga Permana

3 min read

Usaha masyarakat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan tidak bisa dikatakan mudah. Realitanya, para pejuang lingkungan sering kali menghadapi jalan terjal dalam memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik. Mereka sering mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang merasa terusik. Perlawanan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa terusik tersebut akan mengancam kebebasan berpendapat pejuang lingkungan yang sebetulnya dijamin oleh konstitusi. Usaha pembungkaman orang-orang yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungan ini disebut dengan Eco-SLAPP.

Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) dapat diartikan sebagai tindakan strategis melalui pengadilan untuk membungkam partisipasi publik. SLAPP pertama kali dirumuskan oleh George W. Pring dan Penelope Canan dalam bukunya yang berjudul SLAPPs: Getting Sued for Speaking Out.

Di Indonesia sendiri, belum ada pengertian jelas mengenai SLAPP. Namun, beberapa negara seperti Filipina dan Kanada sudah mengadopsi konsep SLAPP ini dalam peraturan perundang-undangan. Konsep SLAPP ini dapat ditemui pada Rules of Procedures for Enviromental Cases, di dalamnya SLAPP diartikan sebagai:

a legal action filed to harass, vex, exert undue pressure or stifle any legal recourse that any person,  institution or the government has  taken or may take in the enforcement of environmental  laws, protection of the environment or assertion of environmental rights shall be treated as a SLAPP and shall be governed by these rules.”

Konsep SLAPP pun dapat ditemui dalam Anti SLAPP Advisory Panel Report to the Attorney General di Ontario Kanada. Kemudian konsep itu diadopsi dalam Protection of Public Participation Act 2013 yang berbunyi:

“…a lawsuit initiated against one  or more individuals or groups that  speak out or take a position on an issue of public interest.  SLAPPs  use the court system to limit the effectiveness of the opposing party’s speech or conduct. SLAPPs can intimidate  opponents, deplete  their resources, reduce their ability to participate in public affairs, and deter others from participating in discussion on matters of public interest.”

Berdasarkan tulisan Pring dan Canan dan pengertian SLAPP di beberapa negara di atas dapat disimpulkan bahwa SLAPP ini dapat dimaknai secara luas. SLAPP dapat dibagi ke dalam beberapa bidang, seperti lingkungan, pembangunan real estate, perpajakan, dan lain-lain. Khusus untuk bidang lingkungan, konsep SLAPP bisa disebut juga dengan Ecological-SLAPP (Eco-SLAPP).

Modus Eco-SLAPP

Dalam perkembangannya, Eco-SLAPP dapat terjadi melalui berbagai modus, seperti tindak penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan melawan hukum, perbuatan tidak menyenangkan, dan fitnah. Objek sasarannya pun bermacam-macam, seperti aktivis lingkungan, jurnalis, NGO, dan masyarakat adat. Namun, modus dan objek sasaran Eco-SLAPP akan terus berkembang seiring dengan upaya masyarakat yang terus mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tak ramah lingkungan.

Pada hakikatnya, seseorang yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungan tidak bisa dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Hal ini termaktub dalam Pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Ketentuan yang terdapat pada Pasal 66 UU PPLH ini dikenal dengan istilah Anti Ecological-Strategic Lawsuit Against Public Participation atau Anti Eco-SLAPP. Anti Eco-SLAPP adalah antitesis dari Eco-SLAPP. Anti Eco-SLAPP ini hadir untuk menjamin seorang atau kelompok pejuang lingkungan yang sedang menempuh jalur hukum tidak dituntut atau digugat balik. 

Hukum yang Tidak Ramah Lingkungan

Nyatanya, hukum lingkungan Indonesia belum mampu merespons permasalahan lingkungan. Aspek-aspek seperti tata pemerintahan, politik, dan penegakan hukum menjadi penyebab mengapa hukum lingkungan dirasa belum dapat merespons permasalahan lingkungan dengan baik. Buktinya di dalam keberadaan Pasal 66 UU PPLH ini masih terdapat ruang-ruang kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan. Hal itu bisa kita lihat dalam pasal 66 beserta penjelasannya.

Pasal 66 UU PPLH: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Penjelasan: ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 

Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.

Jika kita telaah Pasal 66 tersebut beserta penjelasannya, kemungkinan risiko terjadinya kriminalisasi masih tetap ada. Dalam penggalan penjelasan terdapat kalimat “… melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum…” dan kalimat “…untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan perdata…”, dari kedua penggalan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan masyarakat yang sedang memperjuangkan lingkungan hanya dapat diwujudkan ketika mereka telah menempuh jalur hukum. Padahal, jika kembali pada konsep Anti Eco-SLAPP yang dirumuskan oleh Pring dan Canan, mereka tidak membatasi Eco-SLAPP ketika korban telah menempuh prosedur hukum saja. Bahkan, James A. Wells menyampaikan bahwa Eco-SLAPP dapat menimpa masyarakat yang tidak atau belum melakukan upaya hukum. 

Baca juga:

Bentuk Pembungkaman

Pembungkaman dapat berbentuk apa saja seperti teror, ancaman, intimidasi, doxing, dan lain sebagainya. Bahkan pembungkaman tidak hanya dapat dilakukan secara aktif, tetapi bisa pula secara pasif. Pembungkaman bisa saja dilakukan secara tidak langsung. Tidak hanya kepada korban, pembungkaman bisa juga menimpa keluarga, teman, dan orang-orang terdekat korban.

Pasal 66 UU PPLH masih melimitasi Eco-SLAPP hanya terbatas dalam ranah hukum dan membuat hal-hal yang disebutkan di atas luput. Yang perlu disepakati bersama adalah bahwa Eco-SLAPP dapat terjadi kapan saja, kepada siapa saja, dalam situasi apa saja, dan dalam bentuk apa saja selama seseorang atau kelompok tersebut sedang memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik.

Tak sampai situ, konsep Anti Eco-SLAPP juga terdapat dalam Keputusan Ketua MA No. 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup. SK KMA 36/13 itu memberikan penjelasan sebagai berikut:

“Anti SLAPP adalah perlindungan hukum  bagi pejuang lingkungan hidup, gugatan SLAPP dapat berupa gugatan balik (gugatan rekonvensi), gugatan biasa atau berupa   pelaporan telah melakukan tindak pidana   bagi pejuang lingkungan hidup (misalnya, dianggap telah melakukan perbuatan “penghinaan” sebagaimana diatur dalam KUHP).”

Sangat disayangkan SK KMA 36/13 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena hanya sebatas keputusan (beschikking). Karena itu juga penerapan konsep Anti Eco-SLAPP masih belum bisa dimaksimalkan dengan baik. Upaya yang tepat mendorong penerapan Anti Eco-SLAPP adalah dengan mengeluarkan suatu regulasi setingkat undang-undang beserta aturan pelaksanaannya.

Hal ini dirasa penting sejalan dengan telah sahnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pada UU Cipta Kerja, banyak industri mendapatkan “karpet merah” sehingga perlindungan terhadap lingkungan semakin rentan. Selama penguasa telah memenuhi syarat-syaratnya selama tiga tahun, maka usaha-usaha yang berada di kawasan hutan akan “diampuni”. Sayangnya, pasal tersebut tidak diimbangi dengan kewajiban untuk memulihkan kawasan hutan yang telah rusak. Akibatnya, penguasa hanya membayar denda jika izin usahanya dicabut.

Besarnya risiko kriminalisasi yang dapat terjadi kepada para pejuang lingkungan mestinya menyadarkan para pemangku kebijakan untuk segera merumuskan regulasi yang jelas untuk menjamin mereka. Regulasi tersebut harus memuat peraturan pelaksanaan UU PPLH, ketentuan pengguguran perkara Anti Eco-SLAPP, dan mekanisme Anti Eco-SLAPP.

 

Editor: Prihandini N

Yoga Permana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email