Drama Televisi dan Harapan tentang Polisi yang Mengayomi

Nadia H

4 min read

Citra polisi Indonesia terus merosot meskipun ada usaha sistematis dari pihak kepolisian dengan menggandeng beberapa stasiun TV untuk membuat acara-acara yang menggambarkan betapa hebatnya polisi negara ini.

(Baca juga No Use of Filing Police Report? How Indonesian Police Keep Siding with Sexual Predators)

Acara-acara TV yang cukup populer seperti Buser, 86, The Police, selalu menggambarkan bagaimana polisi bertindak sebagai pengayom masyarakat dan melakukan tugasnya menangkap terduga pelaku kejahatan, meskipun seringkali memperlihatkan bagaimana polisi justru banyak melanggar hak-hak warga. Dalam acara The Police yang disiarkan oleh TransTV, misalnya, terlihat adegan seorang petugas polisi secara semena-mena memaksa mengambil dan memeriksa ponsel seorang warga. Perbuatan ini langsung dikecam luas dan menghasilkan #oknumaparatbrengsek. Banyak juga yang meminta acara-acara tentang polisi ini dihentikan karena mereka menganggapnya sebagai “acara sampah”.

Semua acara-acara tentang polisi di TV ini dilabeli reality show dengan maksud memberikan kesan kepada masyarakat bahwa kejadian-kejadian dalam acara tersebut benar-benar terjadi dan memang begitulah pekerjaan polisi. Belum ada cerita atau drama televisi tentang polisi di layar kaca Indonesia. Alasannya sangat jelas: tidak ada TV atau produser yang berani memeberikan gambaran buruk bagi polisi meskipun itu dalam bentuk fiksi.

Tidak usah membandingkan dengan Amerika Serikat atau negara-negara Eropa, puluhan tahun lalu Hong Kong  sudah keluar dengan film dan drama yang sangat populer tentang polisi yang korup dan betapa bobroknya lembaga kepolisian mereka. Ingat film Internal Affairs yang ditiru oleh Martin Scorsese dalam membuat The Departed yang kemudian memenangkan Oscar?

Sekarang ini Korea Selatan keluar dengan drama tentang polisi dengan judul Live yang bisa menjadi cermin bagi stasiun-stasiun TV dan polisi Indonesia.

Berawal dari kesulitan mencari pekerjaan di Korea, seorang perempuan muda yang kerap diragukan kompetensinya hanya karena dia perempuan, membuat Han Jung Oh (Jung Yumi) memutuskan untuk mendaftar di Sekolah Kepolisian Korea. Han Jung Oh berpikir bahwa tidak ada diskriminasi gender di kepolisian. Polisi perempuan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang sama dengan polisi laki-laki dan dia pun bisa berprestasi sama halnya dengan polisi laki-laki.

Lain halnya dengan Yeom Sang Soo (Lee Kwang Soo), seorang karyawan magang di sebuah perusahaan yang ternyata perusahaan tersebut melakukan penipuan. Hal ini membuat Sang Soo terpaksa berhenti bekerja padahal dia harus menghidupi ibunya setelah kakak laki-lakinya memutuskan untuk bekerja di luar negeri. Saat itu Sang Soo memilih mendaftar ke Sekolah Kepolisian dengan harapan agar bisa menjadi PNS dan ada jaminan masa depan yang lebih baik untuk dia dan ibunya.

Meski awalnya tujuan mereka menjadi polisi bukanlah tujuan mulia untuk mengabdi kepada negara dan mengayomi masyarakat, pada akhirnya perjalanan cerita mereka di Live memberi warna dan gambaran yang lebih realistis tentang pengertian dari apa itu mengayomi masyarakat.

Live adalah sebuah drama korea produksi TvN yang hak tayangnya dibeli oleh di Netflix. Bercerita tentang kehidupan sehari hari dari sekelompok polisi yang bekerja di divisi patroli distrik Hongil, mulai dari polisi  pangkat terendah hingga komandan divisi. Divisi patroli bukanlah divisi yang paling bergensi jika dibandingkan dengan divisi-divisi lain. Namun, pekerjaan polisi patroli justru yang paling critical karena mereka akan langsung terjun ke lokasi dengan bahaya ada di mana-mana. Tak jarang, seharian mereka hanya sibuk mengamankan dan membawa para pemabuk ke kantor polisi, sampai membersihkan muntahan mereka, tapi di lain hari mereka harus jadi orang pertama yang tiba di lokasi kejahatan dan mengamankan lokasi, serta barang bukti, bahkan tak jarang berhadapan langsung dengan pelaku kejahatan yang seringkali bersenjata.

Jangan berharap akan menemukan cerita tentang betapa kerennya menjadi seorang polisi di drama ini. Live menampilkan sisi manusiawi dari para polisi yang tidak selamanya tegas dan garang. Naskah Live  ditulis oleh screenwriter kenamaan di korea Noh Hee-kyung yang dikenal dengan penggambarannya yang realistis, cerdas, dan mendalam tentang kehidupan dan hubungan orang-orang biasa. Kabarnya Noh Hee-kyung menghabiskan waktu satu tahun untuk riset, wawancara dan konsultasi dengan pihak kepolisian di dunia nyata.

Drama yang memiliki 18 episode ini, di tiap episodenya menghadirkan cerita dan permasalahan yang berbeda, tentunya dari sudut pandang polisi patroli. Seperti cerita di episode 2 tentang bagaimana para polisi patroli prabakti ditugaskan untuk mengamankan sebuah demonstrasi mahasiswa yang sudah berhari-hari menduduki dan mengambil alih kampus mereka. Meski Sang Soo tidak menginginkan adanya bentrokan dengan mahasiswa, tapi karena perintah untuk memukul mundur para demonstran, bentrokan tak dapat dihindari. Pertentangan batin yang dirasa oleh Sang Soo dan teman-teman prabakti lainnya digambarkan dengan sangat apik di sini. Mungkin itu juga yang dirasa oleh para polisi ketika harus berbenturan dengan para demonstran di kehidupan nyata. Mereka harus membubarkan demonstran, tapi tidak boleh sampai melukai demonstran.

Namun, adegan di episode ini ternyata menuai protes di korea, karena berlatar belakang kejadian nyata, yaitu demo yang dilakukan oleh mahasiswa di Universitas Wanita Ehwa, yang terjadi tahun 2016 lalu dan berlangsung kontroversial karena adanya unsur kekerasan yang dilakukan petugas kepada para demonstran. Adegan tersebut dirasa cukup sensitif bagi para korban demontrasi dan keluarganya.

Konflik antara polisi pangkat rendah dengan para petinggi di kepolisian pun dihadirkan di drama ini. Ada adegan yang menceritakan ketika polisi berpatroli untuk mengecek kadar alkohol para pengendara mobil. Ada dua orang anggota dewan yang menolak untuk dites alkohol. Mereka pun diamankan dan dibawa ke kantor polisi. Namun, pada akhirnya mereka dilepaskan karena para anggota dewan itu punya kesepakatan dengan petinggi kepolisian, bahkan mereka berani menampar kapten tim patroli karena pada awalnya kapten menolak untuk membebaskan mereka.

Satu tokoh yang cukup mendapatkan banyak spot di drama ini adalah Yang Chon, mentor dari Sang Soo. Yang Chon adalah seorang polisi yang dimutasi ke divisi patroli setelah rekan satu timnya meninggal saat akan menyelamatkan orang yang tenggelam. Dari kejadian itu Yang Choon tidak mendapatkan dukungan dari pejabat kepolisian, demi nama baik kepolisian dia justru difitnah sedang dalam keadaan mabuk saat itu dan berujung dimutasi ke divisi patroli.  Yang Chon dikenal sangat keras pada bawahannya, dan di divisi patroli ini dia dipasangkan dengan Sang Soo, meski pada awalnya mereka sering terlibat perdebatan, tetapi keduanya menjadi partner yang sangat cocok.

Hingga pada suatu hari, karena mengejar pelaku kasus pembunuhan, Yang Chon terluka parah, nyaris dibunuh oleh pelaku dan Sang Soo saat itu menyelamatkan Yang Chon dengan menembak pelaku. Sayangnya, ternyata di kepolisian Korea ketika polisi melukai atau bahkan menembak pelaku kejahatan, mereka harus menghadapi sidang indisipliner. Setiap peluru yang keluar dari pistol polisi harus dipertanggungjawabkan. Hal ini juga beberapa kali digambarkan dalam drama ini. Para polisi ini harus mempertaruhkan nyawa mereka dalam tugas, tapi jika mereka terpaksa menggunakan senjata untuk melindungi diri, mereka akan dihadapkan dengan sidang indisipliner yang tak jarang membuat mereka mendapatkan hukuman disiplin, baik itu skorsing, mutasi atau pemberhentian dari jabatan.

Menonton drama ini membuat saya jadi punya pandangan yang berbeda melihat kehidupan para polisi. Para polisi pangkat rendah yang terjun langsung di lapangan harus berhadapan dengan pelaku tindak kriminal. Tak jarang meski mereka ingin melindungi masyarakat, mereka dibenturkan dengan aturan yang ada atau bahkan permintaan khusus dari pimpinan dan para pejabat. Ada satu dialog yang menarik dari drama ini saat kapten divisi melindungi Sang Soo di sidang indisipliner dan harus berhadapan dengan pejabat kepolisian dengan ancaman pemecatan.

“There are two types of cop that you have to watch out regardless of their ranks, those with a strong sense of duty and those who are ready to leave their badges anytime.”

Serial ini mendapat rating yang cukup tinggi dan sepertinya membawa dampak positif terhadap kepolisian Korea. Perlu diketahui bahwa hampir mirip dengan di Indonesia, citra polisi Korea Selatan juga kurang baik di mata masyarakat dengan melihat survei-survei terkini.

Mungkin sudah saatnya stasiun-stasiun TV kita menampilkan drama-drama tentang polisi yang lebih jujur dan humanis karena acara-acara reality show seperti yang ditampilkan sekarang ini malah membuat penonton semakin hari semakin muak. Masyarakat sudah tahu bahwa acara-acara ini adalah acara-acara tipuan yang cuma show tapi jauh dari reality.

Keberhasilan Live bisa menjadi pertimbangan pembuatan drama yang jujur yang menggambarkan polisi apa adanya bisa menjadi alternatif yang sangat baik untuk pembelajaran masyarakat dan pendorong bagi polisi Indonesia untuk bertransformasi menjadi lembaga yang lebih humanis dan benar-benar menjadi pelindung masyarakat. Pada akhirnya apa yang penting adalah perbuatan nyata polisi di lapangan bukan perbaikan citra.

Nadia H

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email