Bulan Bahasa
Selamat datang bulan bahasa
Di mana seseorang dengan lantang
Melangitkan bahasa yang luhur dan baku
Di mana seseorang dengan tenang
Berpuisi menghiasinya dengan sinar cinta
Di mana seseorang sendirian
Melamun memandangimu di ujung Langit malam.
Di mana kutemui diriku
Terasingkan di kegelapan Facebook dan Instagram
Serta akun-akun yang tak baku
Dan tak bisa dieja keberadaannya
Kepalaku Dicuci oleh Bahasa itu
Selamat datang di kepalaku
Kepala yang sedari SMA hingga mahasiswa
Sibuk dijejali hal yang kaku dan baku
Tak ada lagi kata bermain atau dolanan;
Semuanya tinggal kenangan
Meski tak ada kehilangan.
Semuanya telah ditertibkan oleh kata kaku keras: fanatisme,
Kapitalisme, anarkisme dan isme lain
Dan barangsiapa keluar
Dari ketentuan, maka akan
Didemo oleh massa kata
Teriak Bocah di Taman Baca Desa
Taman baca itu terletak di sudut desa
Tempat paling hijau di mana kata
Ditanam dan dirawat seperti putra sendiri
Di tempat itu akan kau temui
Buya Hamka, Max Havelaar, komik Naruto
Bahkan Sigmund Freud atau Sukarno;
Mereka telah mengabadikan dirinya dalam kata-kata
Dari arah angin terdengar suara
Langkah kaki bocah yang berlari mengejar layangan
Ia terhenti di depan taman baca
Matanya tertuju menghampiri sebuah buku.
“Kapitalisme bangsat!, Korupsi tak ada mati,
Akulah anak rohani Bung Karno” teriak bocah itu
Yang baru beberapa jam lalu duduk tenang
Membaca buku
Cerita Pagi Menjelang Sore di Perpustakaan
Aku tinggal di sebuah tempat
Di mana menghiasi kata adalah harapan bersama
Tapi oleh mereka
Kata menjelma pekerja kantoran yang sibuk dan membosankan
Kata menjelma mahasiswa yang hanya kenal demostrasi terhadap hal yang tak serasi
Kata menjelma cahaya yang sangat dijaga sampai lupa bagaimana ia menerangi
Tak ada kicau puisi
Tak ada hembus cerita imajinasi
Do(s)a Berbahasa
Wahai bahasa Indonesiaku
Dalam dirimu yang tak baku
Serta dalam kata-kata yang tak kutahu
Apa turunannya
Sebisanya aku tetap menjadi orang Indonesia yang tak lupa untuk pulang
Ke pelukan hangat bahasa ibu
Dalam tulisan berjudul “Bulan Bahasa”, “Teriak Bocah di Taman Baca Desa”, “Cerita Pagi Menjelang Sore di Perpustakaan” karya @Cangker Sholihuddin, ada banyak penggunaan kata “di mana”. Apa sih makna kata “di mana” dalam tiga judul tulisan itu? Mohon maaf ya. Terima kasih.