Blogging with 10% luck, 20% skill, 15% concentrated power of will, 5% pleasure and 50% pain... (thanks, Mike Shinoda!). My home base is wawaney.com.

Doctor Strange: Kekuatan Literasi Pahlawan Super

Wawan Yulianto

2 min read

Belakangan ini, saya memperhatikan bahwa film pahlawan super mengandung aktivitas literasi dalam ceritanya. Di dalamnya terdapat motif pencarian, pemahaman, dan berbagi informasi. Fragmen cerita melibatkan kegiatan baca teks, menyampaikan pesan, dan menggunakan pengetahuan yang didapatkan untuk bertahan hidup. Seperti dalam film Doctor Strange in the Multiverse of Madness yang tayang baru-baru ini.

 Doctor Strange dan Kitab-kitab

Dalam film Doctor Strange in the Multiverse of Madness, kitab memiliki peran sentral dalam jalannya cerita. Film ini berawal ketika Strange dimintai bantuan oleh America Chavez. Remaja perempuan itu merasa diteror oleh makhluk-makhluk aneh yang ingin menculiknya karena ia punya kemampuan berpindah-pindah jagad. Ternyata, teror itu datang dari seorang penyihir yang berhasil menguasai Kitab Darkhold. Kitab itu memungkinkan sang penyihir masuk ke jagad lain melalui mimpi.

Si penyihir menginginkan kemampuan America agar bisa berpindah jagad seutuhnya, tidak hanya lewat mimpi. Alasannya, si penyihir ingin menemukan kebahagiaannya yang berada di jagad lain. America ingin melindungi dirinya. Ia mengira akan bisa terbebas dari si penyihir kalau sudah berhasil menguasai Kitab Vishanti dengan bantuan Doctor Strange.

Dari sini, terlihat bahwa film Doctor Strange in the Multiverse of Madness amat kental dengan perbukuan, atau lebih tepatnya perkitaban. Si penyihir memiliki kekuatan menembus jagad lewat mimpi berkat Kitab Darkhold, sementara America yakin dia bisa menyelamatkan diri kalau sudah berhasil menguasai Kitab Vishanti.

Dalam film ini, keberhasilan tokoh-tokohnya untuk mencapai tujuan tergantung pada penguasaan informasi dari buku. Dengan menguasai ilmu dari sebuah buku, mereka bisa melakukan sesuatu. Kalau disoroti lebih spesifik, penguasaan ilmu oleh America maupun si penyihir tidak hanya soal pemahaman. Lebih dari itu, untuk bisa menguasai ilmu, kemampuan memahami juga diikuti tindakan atau praktik.

Hal yang tak kalah penting, kemampuan yang diperoleh dari buku itu punya tujuan untuk meningkatkan hajat hidup si pembaca buku tersebut. Si penyihir dan America Chavez membutuhkan buku-buku itu untuk meningkatkan hajat hidupnya. Bagi si penyihir, penguasaan Kitab Darkhold itu membuatnya lebih mudah mencapai kebahagiaan yang ia cita-citakan. Sementara bagi America Chavez, Kitab Vishanti akan membantu hidupnya lebih tenteram dan terbebas dari kejaran si penyihir.

Literasi dan Persoalan Hidup

Film Doctor Strange in the Multiverse of Madness ini bisa menjadi sebuah refleksi bahwa hidup tidak lepas dari suatu persoalan sekaligus proses pencarian jalan keluar lewat pengetahuan.

Di sisi lain, film tersebut menunjukkan kepada kita bahwa usaha pencarian pengetahuan itu perlu memiliki tujuan. America Chavez, ia mencari Kitab Vishanti karena kitab itu adalah bagian dari usahanya untuk mengamankan diri dari kejaran makhluk-makhluk ganjil yang dikirimkan seorang penyihir. Kita bisa membaca ini kurang lebih sebagai berikut: upaya mencari tahu yang kita lakukan hendaknya memiliki orientasi menyelesaikan masalah. Upaya-upaya literasi bukan hanya membaca saja.

Baca juga:

Mengkritisi Literasi

Film Doctor Strange in the Multiverse of Madness  juga menjadi refleksi bagaimana masyarakat masih sering salah kaprah dalam memahami literasi. Dalam 5-10 tahun terakhir, sepertinya “literasi” adalah salah satu kata yang paling mudah kita temui di media massa dan media sosial. Bahkan, ada masanya kata “literasi” itu digunakan seolah-olah sebagai sinonim yang langsung bisa dipakai untuk kata “pengetahuan.”

Kita pun mengenal banyak berbagai macam literasi: numerik, keuangan, digital, musik, dan sebagainya. Kegiatan literasi tersebut melewati berbagai proses, seperti pemahaman dasar, pencarian sumber, serta pengetahuan cara memanfaatkan ilmunya untuk mencapai sebuah tujuan. Proses yang dilalui lebih panjang dari sekadar ingin tahu.

Yang jadi persoalan adalah, ketika istilah “literasi” itu dipakai dengan ringan dan dihubungkan secara asal-asalan dengan dunia baca tulis. Saya mendapat kesan yang kuat bahwa banyak kegiatan literasi sebenarnya lebih seperti selebrasi atau seremoni.

Dengan kata lain, selebrasi literasi itu hanya soal mengajak baca dan tulis, tanpa ada penekanan khusus soal bagaimana membaca dapat membawa manfaat lebih, baik itu manfaat praktis maupun manfaat teoretis, baik itu menyelesaikan masalah saat ini, maupun untuk memperhalus akal budi guna mempersiapkan diri menghadapi permasalahan di masa depan.

Film Doctor Strange in the Multiverse of Madness bisa menjadi pengingat bahwa ada tujuan yang pasti bisa dicapai melalui kegiatan literasi ini. Kalau kita selama ini masih sekadar membaca dan menulis dan kemudian berhenti di situ saja, film pahlawan super ini mengingatkan kita untuk mencari jalan keluar atas suatu masalah dengan aktivitas literasi.

 

Editor: Prihandini N

Wawan Yulianto
Wawan Yulianto Blogging with 10% luck, 20% skill, 15% concentrated power of will, 5% pleasure and 50% pain... (thanks, Mike Shinoda!). My home base is wawaney.com.

One Reply to “Doctor Strange: Kekuatan Literasi Pahlawan Super”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email