Memoar Kota Kita
Mereka tak berkarib
dengan gedung-gedung bertingkat
Tahu apa mereka
tentang waktu yang mendidih ke dalam mata
tentang kayu bakar yang terus kausorong ke dalam dada
gebalau hutang serta kredit cicilan
ceracau warga menyambar-nyambar
dalam ujung gelar tikar dan
orkes dangdut sekali putar
sungai sepanjang bulaksumur
menjelma hujan di matamu
serupa kepal memeras kelambu
payau
entah berapa waktu diputar dalam lingkar lengan
kota ini telah rujuk kepada debu-debu metropolutan
bersikejar dalam roda waktu
menjadi hafalan tiap pagi merah
menuju fatamorgana yang tak pernah sesuai rencana
(Yogyakarta, 2022)
–
Amuk yang Keras Kepala
luka mana pernah sirna di dada dan kepala
duka menusuk dalam dingin jiwa
sebilah sembilu diasah dan diperam
dalam dendam yang menghitam
remaja tanggung membawa pentung,
menenggak buyung, naiki pitung,
saling singgung, mengajak tarung.
Misi terselubung.
(Yogyakarta, 2022)
–
Di Bawah Ketiak-Kota
kota begitu keras, siap melibas,
waktu beringas, dan tubuh yang rela ditindas
mengikatmu dalam rantai shift kerja padat
hingga buat ingin mangkat
namun gurita kota adalah realita
bukan sekadar dendang sangsi laman berita
kota menjadi magnet yang maya bagi perantau
menjadi umat urban dengan tujuan nasib yang buntu
sebab setelah kelambu disibak di depan muka
yang kau dapat hanyalah
kerja susah dan pendapatan rendah
(Yogyakarta, 2022)
–
Anomie
bagiku kota adalah virus yang jahat
negosiasi hukum hanyalah formalitas sesaat
donasi pada sesasama berujung bui
korupsi berjuta terpaksa diampuni
(Yogyakarta, 2022)
–
Bola Agraria
kauanggap kami buta hukum dan tata kelola
hingga tanah kau rampas dengan dalih tata kota
namun tanah adalah diskursus paling seksi
memasung kita dalam ketidakpastian ambisi
yang kami ingin cuma bola raya bahagia
(Yogyakarta, 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA