Kita sering dengar slogan Indonesia Emas 2045. Akan tetapi, mampukah kita mewujudkan cita-cita dalam slogan itu?
Banyak PR besar yang harus diselesaikan. Salah satunya, tingkat literasi kita masih tertinggal dibanding negara lain. Padahal, literasi mumpuni penting buat jadi negara maju. Selain itu, pemberdayaan kebudayaan juga krusial mengingat warisan budaya kita begitu kaya.
Jelas, pemerintah punya andil besar mewujudkan Indonesia Emas lewat kebijakan-kebijakan yang tepat. Apalagi, menjelang Pilpres 2024, program capres-cawapres menentukan arah kebijakan 5 tahun ke depan. Nah, pertanyaannya, apa solusi konkret capres-cawapres untuk meningkatkan literasi dan pemberdayaan budaya?
Setelah ditelisik lebih jauh, tak satu pun capres-cawapres menyebutkan kebijakan culture-pass dalam visi-misinya. Padahal, program culture pass, yang memberikan akses gratis ke acara budaya, terbukti sukses di beberapa negara maju. Dengan preseden itu, culture pass bisa jadi solusi efektif meningkatkan literasi dan apresiasi budaya di Indonesia. Namun, tampaknya para kandidat kita belum menganggap serius program ini.
Konsep Dasar Kebijakan Culture-pass
Culture-pass merupakan program yang dirancang oleh pemerintah untuk meningkatkan akses publik terhadap kebudayaan dan seni. Melalui program ini, pemerintah menyediakan dana atau voucher bagi warga negara untuk mengakses berbagai institusi dan aktivitas seni budaya seperti museum, galeri, pertunjukan seni, kelas seni, dan lain-lain. Culture-pass bertujuan mendorong partisipasi warga dalam kegiatan seni budaya dan memperluas wawasan tentang kebudayaan.
Selain untuk mengakses institusi seni budaya, dana culture-pass juga dapat digunakan untuk membeli buku serta berlangganan media dan konten digital. Dengan demikian, program ini dapat meningkatkan literasi dan konsumsi konten bermutu di kalangan generasi muda.
Beberapa negara maju yang sukses menerapkan culture-pass ialah Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat. Di Prancis, setiap anak muda mendapat €300-350 (setara dengan 5-6 juta rupiah) selama 2 tahun untuk mengakses lebih dari 8.000 lembaga seni. Sebanyak 75% dari dana tersebut digunakan untuk membeli buku. Culture-pass juga menguntungkan penjual buku independen di Paris. Selain itu, dana tersebut juga bisa digunakan untuk berlangganan konten digital seperti portal berita berbayar.
Sementara di Jerman, program serupa mengalokasikan €200 (sekitar Rp3,23 juta) per orang dengan total anggaran €100 juta. Di Spanyol dan Italia, dana culture-pass mencapai €400-500 yang bisa digunakan untuk berlangganan media. Hasilnya, kebiasaan membaca dan konsumsi konten digital meningkat di kalangan anak muda.
Survei di Italia menunjukkan dampak positif dari program 18App (nama program culture-pass), yakni 31% responden menyatakan kebiasaan membaca meningkat setelah mendapatkan pendanaan 18App. Lalu, 25% lainnya juga melaporkan peningkatan frekuensi pembelian buku dan konten digital.
Data asosiasi perpustakaan Italia bahkan menyebut 80% dana 18App digunakan remaja usia 18 tahun untuk membeli buku cetak pada Januari-Februari 2021. Sementara itu, di Amerika Serikat, remaja dan anak-anak juga menikmati manfaat culture-pass untuk mengakses perpustakaan dan konten digital secara gratis.
Jelas sekali culture-pass berhasil meningkatkan literasi dan apresiasi budaya di negara-negara tersebut. Maka, program serupa sangat mungkin untuk diterapkan di Indonesia dan penting untuk diusung oleh para kandidat capres sekarang.
Kesan dari Capres-Cawapres 2024
Para capres-cawapres bisa menjadikan kebijakan culture-pass sebagai rencana strategis mereka dan sebagai bentuk solusi konkret yang diturunkan dari visi-misi mereka.
Misalnya, program Anies untuk revitalisasi perpustakaan bisa didukung dengan culture-pass agar anak muda lebih mudah mengakses buku. Begitu pula misi Anies tentang kemitraan pemerintah-swasta-seniman; culture-pass bisa dijadikan wujud konkretnya dengan memberikan akses gratis ke acara budaya. Tak ketinggalan, culture-pass juga sejalan dengan misi Anies untuk mendukung keberlanjutan media dan pers yang disebutkan sebagai salah satu dari 28 simpul kesejahteraan. Sebab, culture-pass akan mendorong literasi digital dan kebiasaan berlangganan konten berkualitas di kalangan masyarakat.
Tak hanya Anies, Ganjar pun bisa mengambil kebijakan ini sebagai bentuk turunan dari misinya. Misalnya, misinya yang ingin menduniakan karya seni dan warisan budaya Indonesia dengan mengintegrasikan data, pemasaran, dan kemitraan dengan merek besar . Misi tersebut bisa didorong juga oleh adanya kebijakan culture-pass. Selain itu, untuk misi Ganjar yang ingin menjamin pers yang BERGEMA (bebas, bergerak, dan bermartabat), serta meningkatkan literasi media sosial, kebijakan culture-pass juga bisa menjadi jawabannya.
Prabowo pun bisa memanfaatkan culture-pass sebagai turunan dari misinya soal ingin ada kebebasan pers yang bertanggung jawab dan berintegritas untuk demokrasi yang sehat . Culture-pass bisa menjadi salah satu kebijakan inovatif guna mendorong pers yang bertanggung jawab dengan disertai kualitas yang bagus. Di samping itu, dari misi Prabowo soal ingin melestarikan seni budaya, jelas kebijakan culture-pass ini solusi yang nyata. Melalui kebijakan culture-pass, seni budaya dapat dikenal lebih luas oleh masyarakat, termasuk kaum muda yang katanya menjadi target utama kampanye Prabowo.
Siapa pun capres yang nanti menang dalam Pemilu 2024, kebijakan culture-pass tetap dapat diterapkan. Jika kebijakan culture-pass ini diterapkan, maka misi para capres pun beberapa akan terwujud. Keunggulan yang unik dari kebijakan ini adalah hanya melalui satu kebijakan, para capres bisa mewujudkan beberapa misinya. Ibaratnya, sekali mendayung tiga sampai empat pulau dapat terlampaui. Menarik ‘kan, ya? Jelas!
Permasalahan tingkat literasi rendah yang sudah sangat mengkhawatirkan bisa diselesaikan segera. Masyarakat minat baca tinggi bukan mimpi muluk lagi karena orang-orang yang dulu memutuskan untuk mengurangi bacaannya karena biaya dan toko buku—terutama toko buku independen—dapat lebih sejahtera. Fenomena toko buku gulung tikar tidak akan ada lagi. Ketiga problem itu dapat ditanggulangi melalui kebijakan culture-pass. Buntutnya, akan naik pula minat masyarakat untuk membaca berita yang berkualitas.
Pemerintah juga dapat mendorong masyarakat untuk dapat berlangganan konten digital, misal, yang asalnya hanya 2 dari 10 orang Indonesia yang melanggan kontan digital, mungkin bisa naik menjadi 5 dari 10, atau bahkan lebih. Data Litbang Kompas tahun 2021 menyebutkan bahwa 55% orang Indonesia berlangganan layanan video on demand seperti Netflix, lalu 42% berlangganan music streaming seperti Spotify dan 36% berlangganan layanan belajar seperti Ruangguru. Jauh di bawah ketiga jenis produk digital itu, hanya 18% orang Indonesia yang berlangganan portal berita berbayar seperti kompas.id.
Jika culture-pass diterapkan, bisa saja pelanggan portal berita berbayar dan layanan belajar itu naik persenannya menjadi dua teratas. Dengan begitu, maka pengetahuan masyarakat terhadap banyak hal bisa lebih berkembang. Di samping itu, khusus dalam konteks media dan pers, penelitian yang dilakukan oleh Adek Media Roza selaku peneliti jurnalisme, mendapati bahwa dalam satu dekade terakhir, model bisnis dalam industri media menjadi PR terbesar. Di era banjir informasi ketika semua orang bisa memproduksi berita, model bisnis industri media yang realistis adalah model langganan berbayar dengan memastikan berita-berita yang diperoleh dari sana benar-benar berkualitas.
Sementara itu, di ranah budaya, culture-pass menghindarkan masyarakat kita dari kepunahan budaya dan kesenian seiring dengan meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kesenian yang dimiliki oleh bangsa ini. Persentase jumlah masyarakat yang menonton sebuah pertunjukan atau pameran seni juga dapat di-push kembali di tahun ini dan seterusnya. Mengingat bangsa ini memiliki kekayaan warisan budaya yang unik dan potensial dalam mendorong Indonesia Emas 2045.
Meski demikian, ada tantangan yang perlu diperhatikan dalam menerapkan culture-pass, terutama soal pendanaan dan penyalahgunaan anggaran. Pemerintah perlu menganggarkan dana khusus lewat APBN maupun kerja sama dengan swasta. Penyalahgunaan anggaran dicegah lewat verifikasi ketat, limit penggunaan, dan sanksi bagi pelanggar. Sosialisasi program dan evaluasi rutin juga diperlukan agar culture-pass efektif. Dengan persiapan matang, tantangan pasti bisa diatasi. Kuncinya, political will dari pemerintah untuk mewujudkan terobosan visioner ini demi kemajuan literasi dan budaya Indonesia.
Sejatinya, Indonesia sudah punya pengalaman memberikan bantuan tunai bersyarat lewat Kartu Prakerja. Skema serupa bisa diterapkan untuk program culture-pass. Pemerintah tinggal mengubah fokus alokasinya dari pelatihan kerja menjadi akses budaya dan literasi. Jadi, sebetulnya kita tak perlu ragu soal kemampuan menjalankan program semacam ini. Yang dibutuhkan adalah political will dari pemerintah untuk membuat terobosan baru guna meningkatkan apresiasi budaya dan literasi masyarakat Indonesia.
Baca juga:
Culture-pass adalah tiket gratis bagi warga negara untuk menikmati kebudayaan seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya. Sayangnya, program bagus ini belum mendapat perhatian dari para capres-cawapres. Padahal, culture-pass berpotensi membantu memajukan kebudayaan Indonesia yang saat ini masih tertinggal.
Jadi, para capres-cawapres, sudah waktunya Anda mempertimbangkan culture-pass dalam agenda pembangunan ketika menjabat nanti. Kita harus bersama-sama membangun Indonesia yang makmur secara budaya dan pengetahuan, dan culture-pass bisa jadi salah satu langkah yang efektif untuk merealisasikan Indonesia Emas 2045.
Editor: Emma Amelia