I. Cinta dan Beberapa Pertanyaan
aku terbuai iklan lampu yang katanya
mampu menyala belasan tahun itu
aku tidak berpikir panjang tentang lubang
di langit-langit kamar yang bikin
lampu itu berumur pendek
aku tidak berpikir tentang kejadian
yang belum atau mungkin terjadi, tetapi
setidaknya masa lalu adalah milikku
lubang sejarah yang cuma aku—hanya aku
& ada kau di situ selalu
–
II
tidak bertanya apa yang dipikirkan cahaya lampu
tentang cinta—apakah cinta adalah cahaya yang lekas
jadi pudar & membayangkan api berpendar
di bawah bayang-bayang bahaya langit berhujan
apakah cinta menyimpan bahaya laten
bahwa kita tidak pernah siap untuk menderita
& cinta sebagai komoditas—kegilaan,
keserakahan;
apakah kita akan gelisah dalam kalkulasi
untung & rugi—bahwa mencintai adalah pekerjaan
yang tidak memiliki waktu luang, sementara
kita masih percaya waktu adalah uang?
–
III
sukar membayangkan kapitalisme runtuh
atau kita keluar dari kemiskinan struktural
sebaliknya, hidup berputar secara horizontal
kita membayangkan sisifus bahagia
main tong setan di pasar saham
meruntuhkan grafik & angka-angka
laba dalam statistik, penderitaan kita tak terbaca
tetapi, adakah kau inginkan cinta tumbuh
semisal jamur di bawah pintu
atau sarang laba di tiang kayu
meski jam dinding mati
angka-angka terpaku layu
& detik cuma berisi baris-baris kosong
lengang waktu yang kita maknai ulang
sepasang lengan menjangkau-memungut ingatan
–
IV
di hadapan ingatan yang bernyawa adalah dinding batu
dingin & lembab memahat waktu yang retak
tumbuh satu demi satu—yang menghitung helai rambut
panjangmu yang jatuh saat kau sapu
& kalender di sana masih tahun yang sama
saat kau bertanya ada berapa waktu
dalam selamanya—
penderitaan
sementara kita butuh rumah untuk merawat ingatan
saat harga tanah setinggi langit
mimpi-mimpi mengabur, kita bertanya-tanya
siapakah yang lebih dulu usai
usia ataukah angsuran
–
V
kalau hujan bermalam di kamar
& kita meromantisir kemiskinan
duduk di lantai bersandar dinding basah
gigir air terjun memantul ke wajah
& semua jadi lagu-lagu
mengusir kehampaan, kebosanan
bersiul kita mengepel lantai berdua
kemudian kita lupa kita menderita
di dalam ember—
dunia barangkali,
mudah pecah
meski kita selalu terbuai
pedagang-pedagang itu
–
VI
di hadapan kapitalisme
membeli berarti menderita
alih-alih perasaan gembira
di hadapan cinta
sepasang hamba sahaya
merasa bebas dan setara
*****
Editor: Moch Aldy MA
Cinta di bawah kapitalisme. Pahit-pahit manis 👏👏