Catatan Akhir Tahun
Akhir tahun—jalanan bertuah
Jarak dari rumah ke tetangga semakin jauh
Lampu menyala sepanjang siang
Angin tak tahu berembus ke Selatan atau ke Utara
Diriku dan mimpi, lama berdiri di depan rumah
Kutatap pokok tanpa nyawa dan siul setengah
Tergeletak bersama bunga sepatu
Sampah terbakar bersama sisa tidurku
Hujan siang hari membawa waktu seperti orang mati
Berjalan lengang lalu lenyap mengasingkan diri
(Desember 2021)
Erupsi
Seketika cemas menutup langit sore
Tidak ada semenit waktu bicara
Suatu kali tanah bergetar
Suatu api dan batu terlontar
Abu telah memetik segalanya
Hutan, ladang, dan rumah-rumah
Siapa yang berdiam diri
Pastilah jantung tertidur sore ini
Sebab di bawah rintik panas abu
Segalanya seperti lilin yang meleleh karena apimu
(Desember 2021)
Padam
Seekor ular tiba-tiba mendengus
Kami bersitatap di jalan yang sama
Jalan yang telah tertutup abu tebal
Aku gemetar terpaku
Ia mendesis siaga
Ladang, rumah, jalanan mendidih
Kecuali kami
Tak terlacak pula siapa yang lebih takut
Di kota yang hampir tenggelam karena abu
Tapi ketakutan harus dipadamkan
(Desember 2021)
Setiap Musim Hujan
Setiap musim hujan
Kudengar ciut burung yang tak sesuai
Kepada angin ia bermadah pujian
Seakan ia mengetahui kematian
Setiap musim hujan
Kupandang ke sana, isyarat-isyarat di luar sana tentang kematian
Terjerat juga akhirnya manusia
Pada bayang-bayang sibuk di luar suara
Belum kering benar duka
Membilang berulang-ulang di kepala
(Desember 2021)
Obladi Oblada
Segera saja aku mencari mereka, setiba di studio kecil di London Utara, aku terus mencari penyanyi obladi oblada yang kenamaan itu
Salju turun, warga di sana menyebutnya bencana alam. Mungkin mereka bayangkan salju seakan bertukar dengan kecemasan. Antara maut dan ruang tunggu. Degup demi degup tak keruan
Sedang di luar, pohon-pohon mengulur bayang kematian, natal dan omicron.
Aku yakin Desmon dan Molly sudah membangun rumah mereka. Dari gerobak di pasar menjadi rumah idaman. Sebab aku lihat beberapa lembar kain basah yang terjemur pada tali saling berebut seminggu ini, juga rumput-rumput yang saling meninggi
Hei, jangan dekat-dekat! Hei, sampai kapan kita tersusun rapi lagi di lemari
Tiba-tiba kuingat suara anak kecil di seberang rumah. Sebab ia pernah melihat sajak yang basah di jalanan
Gending Sriwijaya judulnya. Sajak yang terlahir di bumi khatulistiwa, meski bencana datang dan hilang, kicau burung di wajah pagi tetap ria beraneka di sana
Tak ada cacar air, dingin, dan ketakutan di sana. Mungkin juga di bumi khatulistiwa, tak perlu lagi meminum anggur memabukkan. Tak ada gerutu anak-anak bermain di jalanan, tentu saja
Obladi oblada teruslah engkau berjalan. Meski bencana alam datang dan hilang
Karena engkau hidup di zamrud khatulistiwa, dan kicau burung di wajah pagi tetap ria beraneka. Obladi oblada teruslah engkau berjalan. Kutembangkan dendang Gending Sriwijaya agar kita tak lupa bersuka ria.
(Desember 2021)