Panggil Ken aja

Cancel Culture untuk Pelaku Klitih

kenraras vadma

2 min read

Klitih yang dilakukan segerombolan pelajar di Yogyakarta lagi-lagi memakan korban jiwa. Kali ini korbannya meninggal karena dibacok saat sedang mencari makanan untuk sahur. Sudah dari dulu fenomena klitih ini terjadi di daerah istimewa tersebut dan menurut beberapa pelaku, motivasi klitih hanyalah ingin memuaskan emosi, mencari ketenaran, dan pembuktian diri. Sehingga berbeda dengan begal yang melakukan kejahatan dengan motif merampas benda berharga sampai menghilangkan nyawa, klitih tidak mengincar benda berharga namun tetap bisa sampai menghilangkan nyawa.

Baca juga: Klitih: Sebuah Kegairahan?

Selain itu, menurut mantan pelaku klitih yang melakukan aksi di tahun 2017, ada perbedaan target antara klitih jaman dulu dengan jaman sekarang. Pada 2017 hingga 2018, klitih yang dilakukan hanya berpusat pada geng atau kelompok musuh dari sekolah lain. Sementara sejak 2020 hingga saat ini, target klitih menjadi random, bisa jadi pejalan kaki biasa, pedagang, bahkan tukang ojek. Klitih sendiri dalam bahasa jawa sebenarnya memiliki arti jalan malam-malam mencari angin segar atau refreshing, namun seiring adanya aksi segerombolan remaja melakukan aksi premanisme dengan alasan mau jalan-jalan cari angin, makna klitih mulai berganti makna menjadi malam-malam golek getih (nyari darah).

Perselisihan Geng Terkenal

Menurut masyarakat Yogyakarta, terdapat dua geng besar yang sangat terkenal di tahun 80-90an dan digadang menjadi momok dari aksi klitih, yaitu QZRUH dan JOXZIN. QZRUH memiliki arti Q-ta Zuka Ribut Untuk Hiburan atau biasa disingkat QZER. Mereka biasa mangkal di Bioskop Presiden (Sekarang Galeria Mall) dan menguasai wilayah utara Yogyakarta. Sementara JOXZIN atau Pojox Benzin menguasai daerah alun-alun pojokan Malioboro hingga wilayah selatan Yogyakarta. Kedua geng tersebut terdiri atas remaja laki-laki yang berasal dari sekolah di daerah yang menjadi kekuasaan masing-masing, bila ada yang mengusik daerah kekuasaan akan melakukan aksi tawuran.

Akan tetapi, eksistensi kedua geng terkenal di Yogyakarta tersebut sudah kabur karena saat ini remaja yang melakukan klitih tidak bisa dipastikan dari geng mana, terlebih polisi sudah membubarkan geng JOXZIN pada 1993 dan menurut anggota lawas JOXZIN, bila mengadakan reuni mereka hanya bersilahturahmi dan tidak melangsungkan aksi kekerasan lagi.

Menurut mantan pelaku klitih, aksi keji tersebut sukar hilang meskipun ada pembubaran geng. Apalagi karena kebanyakan pelakunya masih di bawah umur, kalau pun dipenjara maksimal hanya 5 tahun dan mereka sudah beregenerasi setiap tahunnya. Sementara bila diberi hukuman lebih dari itu, apalagi hukuman kekerasan agar jera, pasti akan terhalang oleh hak asasi manusia (HAM).

Pemerintah Yogyakarta sebenarnya sudah mengeluarkan peraturan gubernur DIY Nomor 28 Tahun 2021, di mana sekelompok penjaga warga memiliki tugas membantu menyelesaikan konflik sosial di lingkungan masyarakat dengan cara menjaga daerah-daerah yang biasa terjadi klitih, kemudian mengawasi kegiatan anak-anak tersebut seusai sekolah.  Selain itu, polisi juga rutin mengadakan razia bawaan anak-anak remaja untuk mengetahui apakah membawa senjata tajam untuk nglitih serta memberikan pembinaan di jalanan mengenai klitih. Namun wacana hanyalah wacana. Meski sudah dilakukannya cara tersebut, kejadian klitih masih terjadi di 2022.

Pidana dan Cancel Culture

Sebenarnya aksi klitih bisa dihentikan dengan serius bila mengenali karakteristik suatu geng atau kelompok yang melakukan kejahatan. Menurut kriminolog Walter B. Miller, enam karakteristik tersebut adalah terorganisir, adanya ketua atau pimpinan, adanya wilayah kekuasaan, adanya hubungan yang intens antara anggota, memiliki aktifitas illegal, dan memiliki tujuan. Terorganisir karena untuk melakukan aksi klitih pasti direncanakan, kemudian ketua dan pimpinan pasti dipilih untuk memimpin aksi, wilayah kekuasaan adalah tempat untuk melancarkan aksi, hubungan antar anggota adalah motif kuat untuk melakukan aksi, kemudian aksi klitih dengan membancok, memukul, dan sejenisnya adalah aktifitas illegal yang merupakan tujuan dari geng tersebut.

Karena itu, pihak berwajib bisa memberantas klitih dengan melihat jeli beberapa karakteristik geng tersebut. Dimulai dari menangkap pimpinan dan anggota geng. Telusuri siapa saja pemimpin yang merencanakan misi klitih dari pelaku yang sudah ditangkap, jangan melepas anggota yang tertangkap sampai dapat nama-nama anggota lain terutama ketuanya. Kemudian perketat penjagaan di wilayah kekuasaan geng yang menjadi tempat melakukan klitih. Apalagi polisi sudah sering menangkap pelaku yang merupakan pelajar, maka bisa ditelusuri di mana pelaku bersekolah dan mangkal.

Selanjutnya, untuk memberantas karakteristik hubungan antar anggota yang terus-terusan regenerasi, bisa ditanyakan pada pelaku yang tertangkap seperti apa proses untuk menjadi anggota, apakah ada pencarian khusus untuk regenerasi. Terakhir, pihak berwenang bisa memberikan sanksi yang lebih tegas bila sudah menangkap pelaku, selain dengan hukuman pidana bila sampai membunuh, bisa dengan hukuman cancel culture seperti memviralkan pelaku di media sosial agar masyarakat mengucilkannya dan mempersulit masa depannya dengan catatan kriminal.

kenraras vadma
kenraras vadma Panggil Ken aja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email