rintik terapeutik
ingin kuhalalkan malam yang biru ini dengan ciuman-ciuman berbekas
lihat konstelasi bintang berlari lalu membakar jiwa-jiwaku
menghampiri perempuan yang jauh tertinggal kesepian panjang
hujan rintik mendebat malam telanjang
lebih buas, menerjang kawanan burung menyergap
lalu hilang
tetes hujan musim pertama
dan aku lihat di bawahnya menggores
wajah-wajahmu, tertuang derek rindu
di hujan pertama ini juga dilukai ketidakhadiranmu
ah, apa yang kau sembunyikan!
ada puisi untukmu yang kata-katanya bersarang
dan kau menaiki ombak kata-kataku, membentangkan jala
kadang kesedihan, situs traumatik di belakang
kecemasan yang kau lebih biasa dan tahu itu
aku ingin malam ini berasa berbekas suara-suaramu
setahuku ceritamu lekat dengan kuping yang berumah di udara
bagai birahi kegelian yang ditangkap perasa angin-angin dingin
dan tanpa busana
ah, apa yang kau sembunyikan!
mata perkabungan dengan pertanyaan-pertanyaan berjumbai
tiang-tiang layar menambatkan kesepian jauh
hanya rintik-rintik yang ada
ketiadaanmu di malam karam
(Bantul, 2023)
–
rinai awal
oh ya, waktu sudah menunjukan detik-detik nostalgia
dari kejauhan mata-mata bertumbuk rerinduan
suaramu baru terdengar dan menghalau udara
dalam dinding gebyok ratapan yang melingkar
memesan masam mocktail, melebihi kecut
bibirmu ketika diciumi bangun pagi
rasanya bangunan tua yang dikunjungi manusia-manusia muda
angin-angin tak mau merambat menyentuh hidungmu
untuk manja sesekali saja, malah udara panas melolong sejadinya
terlepas sebentar lagi malam ambruk
yang menyusupi percakapan, bualan atau untaian kata
menjarah mulutmu dengan nada yang datar
menelan perlahan hingga ketaksampaian
di sela bola hitam matamu, persis lampu yang menyorot mataku
meski di sekitar bunga-bunga poppy seberang duduk
menggerutu dan kelopak penuhnya terbakar
kecewa, runtuh sekaligus berupaya mesra
tutur batinku ah bukan, gerak diam hatimu ah tidak juga
oh ya, tetes malammu lebih menatap langit
walau lama semenanjung hujan ini tiba
setidak-tidaknya rinai pertama kita sempat berlabuh
setibanya, lonceng-lonceng memanggil namamu
dalam kebiruan malam yang belum larut,
dan berpisah!
(Bantul, 2023)
–
derai muasal
letupkan ingatan seseorang
di akhir dan resolusi
tahun yang semakin kering
kurang gairah lagi
menyisakan gangguan mental
kadang bermuara
dan berujung pada
sesuatu yang krisis
sungguh terjadi, hari milikmu
perlu dibekukan dan abadi sebab
itu hadiah dari
tikungan dan lintasan waktu
seumpama milik berdua
dialamilah dengan intimasi
misal orang-orang
yang ia dianggap berdampak
selalu saja dibuat kenangan yang megah
begitu kita, perayaan memorasi
secara tahunan di perjamuan
perjumpaan tak akan kalah
yang memuat pahatan-pahatan
rindu dan bengisnya keterpisahan
berulang,
jika energimu
masih sama bertenaga
sepotong pembicaraan
akan menjadi riwayat
magis atau manis
itu terserahmu
berlanjut,
rasanya baru-baru saja
tahunya sudah sampai di sini
terngiang anak-anak remaja
di balik derai pertemuan muasal
kini dewasa dan menikam
(Bantul, 2023)
–
camar dan nyanyian sore
sederhana saja
kepedihan dibuat dari kebersamaan
mengapa begitu kesayangan?
kehangatan dibuat untuk
kesementaraan
dan kenangan-kenangan
yang pada akhirnya bias
maka “pernah” menjadi
sesuatu yang kerap tertinggal
dan tertoreh pada bagian waktu
acap menggigil dan menjadi tiri
surai di tebing margin kota
sudah tak berdenyut
kalap keadaan;
kecepatan perubahan
semakin ruam
atau camar sore
sebagai penghibur kesayangan
lewat jalur sutra gurat awan
bukit untuk bernyanyi
beserta kesayangan
terlalu diromantisasi novelis
yang pada akhirnya akan
klise dan menjenuhkan
tapi tetaplah camar juga
nyanyian sore
tidak terganti lagi dari
situs ingatan
liuex de mémoire
lanskap yang mereka
kunjungi akan sama saja
sore juga begitu-begitu mulu
kesayangan punya
sentimen yang personal
lebih bertenaga dengan
ingatan artifisial
(Bantul, 2023)
–
menjelang
telah sekian panjang
kali seberapa lebar
dan membentang
jarak teramat kesepian
raut, ruwat menguning
untuk ukuran tua
telah selesai diperjalankan
tanggung jawab dan pengabdian
ia hanya memandangi pagi
segelincir semburat yang
menembus paru-paru
demi memperpanjang
harapan hidup
dari kesendirian;
rapuhnya kesadaran
hingga pekerjaan menunggu
adalah penanggalan pribadi
antara ia dan tuhannya
dari tidurnya makin
sedikit ia butuhkan
hatinya condong ke barat
menemui pemilik di manapun
termasuk di waktu nol
masa penting percakapan
diri suatu hari nanti
untuk saat sekarang
segalanya berterima
menjadi termaafkan
apa yang sedang
berlangsung di kehidupan
ala kadarnya
istirahatlah seadanya
cukupkan bahagianya
sederhana semestinya
(Bantul, 2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA