Bukankah Kita Berdiri di Papan Monopoli?

Qonita Afinanisa

1 min read

I

di luar vagina, dunia fantasmagoria

dari air, kembali ke air

dan di mataku yang terbenam, bayan dan biawan berterbangan

sayapnya melinang aliran

melukis dalam bahasa ikan

bidadari, komet dan bulan

0040

II

untuk relevansi, kita meniti pohon filogeni

sulalat keluarga yang baheula

sampai cabang purbakala

kadang tersandung petaka replikasi

mutasi malformasi

kadang tersedak air ketuban

berakhir di kegelapan

0048/0729

III

aku mengelus-elus insangnya yang bayi

dulu kita semua kembar, waktu masih biji

tapi di tanganku mereka meleleh darah, menjejak humus

dan kita berpijak

pada tanah

0952

IV

bukankah kita berdiri di papan monopoli?

harus beli properti dan rajin reproduksi

sebab beranak itu kunci

makanya leluhur kita usang

anitya memberi ruang

untuk menjejalkan lebih banyak jabang

kita berjalan di atas jejaknya

kekosongan yang hantu

kita berlomba di tengahnya

udara selalu bau dupa

1953

V

kantong kanan dan kiriku penuh

dalam catatan, ah sungguh dunia ini aliran yang berkejaran

di hulu aku memungut serpihan sejarah

berdiam diri, pesannya menggema di tanah

sepai terbagi, menjalar di bawah

daun yang berguguran tahu

atom-atomnya berdaur diri

melagu silang generasi

3055

VI

aku sampai ke ujung benang

kursi itu kosong, lama ditinggalkan

pion-pion berjatuhan

aku pinggirkan

apa kursi ini singgasana?

tidak ada siapa-siapa

hanya aku yang ada di ujungnya

hujan membilasku yang bersimbah darah

mengabarkan kegagalan

bukan kegagalanku

ah begitu, aku pemenang

di meja menjelma hidangan

mayat di atas kuningan, mendelik

di singgasana besi aku menerawang

3326

VII

 terlampau jauh mendaki

sudah lama aku berjalan di luar air

samar-samar, di ujung kertas yang pudar, kita saudara saudari

sambil mengingat-ingat aku mengisap jari

di tanganku wajan dan api

di mulut saus tiram lada hitam

dengan mata sashimi, kau bertanya, nyalang

hmm, aku bilang

beginilah main monopoli

dan yang penting dari klasifikasi itu

mana duri,

mana yang enak dengan bawang dan minyak babi

mahkotaku berat bertatah nyawa

aku menjilat, menyigi

3704/3837

2017

Qonita Afinanisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email