Bolehkah Aku dan Puisi Lainnya

Jagad Wijaksono

59 sec read

Nocturne

Kala matahari tersungkur dari timur
dan bilah hujan gugur, orang-orang berlindung
di bawah payung hitam – seolah Requiem
sedang dirayakan. Sedang kau berjalan
ke punggung bulan yang tempias oleh
kerlap-kerlip kelabu awan. Kasih, di sini aku
khatam merapalkan kesedihan, mengigaukan
kemarahan, merayakan Requiem kepergian.
Dirundung serap seru nyanyimu yang bisu.

Ada yang tumbang dari tanamnya, serupa eru
yang rubuh dihantam gemuruh. Ada yang tanggal
dari pijaknya, serupa aku yang kelu menahan pilu.

Kasih, sudikah kau kujemput dengan layang-layang,
untuk kembali pulang?

(Cimahi, 2017)

Bolehkah Aku

kau karunia yang turun
bersama jatuhnya daun
di ujung jemari pagi
meniti jalanan hari

kau caya mentari pagi
menerobos semak jati
bunuh sepiku yang purba
memupuk kembang renjana

bolehkah aku mendulang
ranum pagi bersamamu?
bolehkah aku menuang
putik embun ke cangkirmu?

bersama mekarnya sayap kupu-kupu
mari hidu wangi tanah basah itu
aroma yang terbang ke udara lapang
nafas untuk paru-paru renjanaku

(Jakarta, 2018)

Hening Golgota

Golgota khatam pada kesedihan
Pada pilu Maria
Pada jiwa
bernama Isa
yang berangkat
tuju langit tak bersekat

Pada Lentik Jemari Hujan

Tubuh itu menampakan gigilnya pada jemari
hujan yang lentik bertebaran,
membasuh malam yang datang kesiangan
Di Golgota
seperti ada sebuah perayaan. Ingar bingar
tetabuh di langit
pendar kembang api tanpa api. Gemuruh
tanpa keluh.

Di Golgota
Kepedihan dan kasih saling kelindan.

Maria Telah Kehilangan Putranya

Sebelum itu semua kau ajak aku menyelinap melewati bukit Sinai.

“Berjalanlah perlahan.”

Pada hening yang menyisakan suara langkah kita yang samar
Aku mendengar, suara tangis yang menyambar lorong telingaku.
Aku mendengar suara-suara marah malaikat-malaikat penghulu.

Dan setelah itu aku hanya tahu bahwa, Maria kehilangan putranya.
Dan setelah itu aku hanya tahu bahwa, Maria kehilangan putranya.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Jagad Wijaksono

5 Replies to “Bolehkah Aku dan Puisi Lainnya”

  1. Tentu semua karya melalui proses kreatif, dan tiap karya melalui proses kreatif yang berbeda-beda. Yang biasa ku lakukan adalah kristalisasi, seperti puisi ini, ketika selesai ditulis puisi ku endapkan lalu ku buka kembali pada waktu tertentu dan membacanya ulang untuk diperbaiki atau bahkan dirombak habis-habisan.

    Terimakasih atas respon terhadap karyaku, Tabik!

  2. Hallo. Tentu semua karya melalui proses kreatif, dan tiap karya melalui proses kreatif yang berbeda-beda. Yang biasa ku lakukan adalah kristalisasi, seperti puisi ini, ketika selesai ditulis puisi ku endapkan lalu ku buka kembali pada waktu tertentu dan membacanya ulang untuk diperbaiki atau bahkan dirombak habis-habisan.

    Terimakasih atas respon terhadap karyaku, Tabik!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email