Hari-hari ini istilah anxiety, insecure, toxic, burnout, panic attack, depresi, dan lain-lain bukan lagi hal yang asing kita dengar. Entah itu dalam percakapan di media sosial atau percakapan remaja di coffee shop. Hal ini menunjukkan bahwa generasi saat ini memiliki kesadaran terhadap isu kesehatan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Sayangnya hal ini juga menjadi pisau bermata dua. Banyak remaja yang menggunakan isu kesehatan mental untuk pembenaran atas sikap negatifnya.
Sebut saja misalnya, mereka yang berlaku boros dengan alasan self reward, tidak mematuhi perintah orangtua bahkan membangkang dengan argumen bahwa orangtua mereka toxic parenting. Belum lagi mereka yang mengaku memiliki mental illness tanpa memeriksakan diri ke profesional, alias self diagnose. Hal ini tentu akan merugikan diri sendiri dan orang sekitarnya, selain itu hal tersebut juga akan membuat masyarakat tidak peduli atau tidak simpati lagi terhadap orang-orang yang memiliki mental illness.
Baca juga: Kita Butuh Cinta dan Healing
Oleh sebab itu, alangkah lebih baiknya sebelum kita menggunakan istilah-istilah seperti anxiety, insecure, obsesive compulsive disorder (ocd), dan lain sebagainya secara serampangan, kita belajar dulu makna sebenarnya dari istilah-istilah tersebut. Sehingga kita tidak lagi sembarangan menggunakan istilah-istilah dalam kesehatan mental dan juga berhenti melakukan self diagnose.
Buku menjadi salah satu medium terbaik untuk belajar soal kesehatan mental. Apalagi ketika buku-buku tersebut ditulis berdasarkan pengalaman langsung dan dituturkan dengan baik sehingga mudah dipahami dan enak dinikmati. Berikut ini buku-buku pilihan yang dapat membantu kita memahami kesehatan mental dengan lebih bijak. Buku-buku pilihan ini semuanya ditulis orang Indonesia sehingga terasa lebih dekat dan relevan untuk kita.
Butterfly Hug (2021)
Buku ini merupakan karya dari Tenni Purwanti yang diterbitkan oleh penerbit Mojok. Meskipun buku ini mengangkat tema kesehatan mental dan banyak istilah-istilah yang asing di dalamnya, tapi cara Tenni menceritakan pengalamannya sebagai penyintas sangat memudahkan kita memahami tentang anxiety dan istilah-istilah lain dalam kesehatan mental.
Tenni menceritakan pengalamannya mulai dari pertama kali dia mengalami panic attack, kemudian datang ke psikiater dan awalnya didiagnosis menderita OCD (Obsesive Compulsive Disorder), yang mengakibatkan dia harus mengonsumsi obat antidepresan secara rutin. Hingga akhirnya dia menemukan psikolog yang cocok dan dapat membantu mengurai masalahnya. Pada awalnya Tenni merasa dirinya seorang bipolar karena mood swing yang dialaminya, namun oleh psikolog dia didiagnosis menderita anxiety.
Selain itu, Tenni juga menjelaskan dengan detail bagaimana perjuangan seseorang dengan mental illness. Mulai dari biaya, waktu, dan tenaga yang harus terkuras demi melakukan konsultasi dengan psikolog dan psikiter. Melalui buku ini, Tenni menekankan bahwa kesembuhan penyandang mental illnes harus datang dari diri sendiri karena psikolog dan psikiter hanya membantu bukan menyembuhkan.
Loving The Wounded Soul (2019)
Buku mega best seller nasional terbitan Gramedia Pustaka Utama ini merupakan karya dari Regis Machdy, yang merupakan seorang dosen psikologi dan penyintas depresi. Jadi, buku ini gabungan dari teori dan pengalaman penulis sebagai penyintas. Buku ini membahas tentang depresi dengan sangat detail dan memiliki 199 referensi baik dari jurnal penelitian maupun buku. Meskipun begitu bahasa yang digunakan mudah dicerna.
Dalam buku ini, Regis Machdy mengajukan sudut pandang lain tentang depresi, yaitu tentang alasan dan tujuan depresi hadir dalam hidup manusia. Dia berpendapat bahwa,”Bisa jadi depresi adalah sebuah gejala tercerabutnya diri manusia dari kesejatiannya.” Selain itu ada juga pembahasan yang berbau teori konspirasi, yaitu tentang penyebaran depresi ke seluruh dunia. Tetapi penulis tidak sekadar berasumsi, tapi dia memiliki landasan dasar atas pendapatnya.
Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa (2021)
Karya Patresia Kirnandita yang diterbitkan oleh EA Books ini sangat sensitif, karena banyak tembok-tembok stigma masyarakat yang dia dobrak. Bukan hanya menyinggung persepsi masyarakat terhadap orang dengan mental ilness, Patresia Kirnandita juga menggugat pola-pola pengasuhan yang menyebabkan seseorang mempunyai “anak kecil yang terluka” dalam dirinya ketika dewasa.
Bebekal pengalamannya sebagai jurnalis, Patresia Kirnandita menceritakan dengan sangat lugas pengalamannya sebagai anak yang mengalami kekerasan dari orangtuanya (toxic parenting) sehingga berdampak pada cara si anak bersosial ketika dewasa, kesehatan mentalnya, perjuangannya mencari pertolongan profesional, bahkan ia harus rutin mengkonsumsi obat-obat antidepresan, hingga kegalauan dia ketika akan menjadi orangtua, karena dia khawatir kesehatan mentalnya yang tidak stabil akan berdampak pada anaknya.
Baca juga: Abusive & Gaslighting Parents in Educated
Selain membahas tentang inner child dan perjuangan hidup Patresia Kirnandita yang merupakan seorang bipolar, dalam buku ini juga banyak dibahas tentang teori-teori pengasuhan dan efeknya terhadap anak. Patresia Kirnandita juga banyak menghadirkan pengalaman teman-teman di sekitarnya yang juga mengalami kekerasan dari orang tuanya, baik secara fisik maupun verbal. Patresia juga mengatakan bahwa tidak mendapat kasih sayang dari orang tua juga merupakan bentuk kekerasan terhadap anak.