Hidup adalah puisi

Bahaya Kesunyian dan Puisi Lainnya

Fathurrozi Nuril Furqon

1 min read

Bahaya Kesunyian

Limbah mengalir dalam darahku
Seperti minuman yang kau tuangkan
Meracuniku
Darahku hitam
Dagingku busuk
Terkungkung dalam jeruji tanganmu
Memang sejak lahir, hidupku bukan hidupku

Di kalender, usiaku hangus perlahan
Kota di hati hanya diisi suara jangkrik
Sebab kotaku kota mati
Kuburan bagi mimpi-mimpi yang rajin kuanyam
Dan runcing detik jam menikamku dengan pisau sepi
Seperti menjagalku dalam hening yang tak bertepi

(Sumenep, 20-05-2022)

Andai Aku Binatang

Aku akan menggonggong
Atau mengeong
Atau mengembik
Atau berkokok
Atau diam saja
Sambil mengikuti bayangmu
Berharap ada remah-remah rezeki
Jatuh dari tangan gersangmu

Dan aku akan mendekatimu
Saat perutku sekarat
Sebab di sini tiada lagi makanan tersisa
Semua sudah berada di tanganmu
Dan aku jadi pengemis
Yang berusaha bertingkah lucu
Agar kau alirkan sungai yang telah kau bendung

(Sumenep, 20-05-2022)

Agar Kita Turut Merasa

Suatu kali kita harus menjelma semut
Lari terbirit-birit
Di lantai kamar mandi
Saat manusia mengirimkan air bandang
Mandi
Sementara jiwa mati

Suatu kali kita harus menjelma burung
Tergesa-gesa terbang
Menghindari mata nyalang
Dan mata peluru
Yang hendak merampas bilangan usia
Dan masa depan telur-telurnya
Yang diintai jadi mangsa

Suatu kali kita harus menjadi ikan
Terburu-buru berenang
Menghindari genangan minyak
Yang tumpah dari perut kapal
Seakan belum cukup membawa ruh kematian
Tapi juga mengubah lautan
Jadi serambi jahanam

(Sumenep, 20-05-2022)

Asap Tembakau

Asap tembakau adalah nafas kemarau
Bunyi daun-daun kering yang terbakar
meng-haiku-kan tanah coklat keras
Seakan mengabadikan deras peluh petani
Menitipkan air mata
Pada detik yang terbakar
Seakan mengabadikan kulit pecah kaki petani
Di atas terjal harapan
Pada waktu yang perlahan menemui ajal

(Sumenep, 20-05-2022)

Tembakau Tubuh-Harapan Petani

Di ladang, daun-daun tembakau menyimpan jantung kuali para petani. Mendetakkan mimpi-mimpi yang gigil direngkuh hari yang berlari. Saban hari, akarnya disiram doa-doa; mantra yang mencoba me-reka jauh masa depan, sejauh matahari.

Di pagi yang terik, roh dewi Sri datang bertandang, meniupkan angin penghujan, seakan hendak menjadi cuaca, sungai akan mengalir deras, tanah di sidik-sidik nasib akan menjelma hijau, dan laut tempat menjala nikmat akan menemui pasang.

Tembakau adalah wajah air mata petani, jika pagi tiba, embun yang merayap di lebar daunnya jadi rinai, dan kutemukan luka membianglala seakan-akan senyuman mampu menambal hari yang suram.

(Sumenep, 20-05-2022)

Fathurrozi Nuril Furqon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email