Ayat-Ayat Setan
Di simpang kiri jalan
Bersimbah darah perempuan
Segar penuh nanar
Disinari cahaya lunar
Hari itu langit tak turunkan hujan
melainkan dosa
Hari itu langit tak turunkan hujan
melainkan dosa
Darah itu memantulkan
kilasan-kilasan pria najis
yang kendurkan ritsletingnya
Darah itu memantulkan
kalimat-kalimat konstan berbunyi
‘ah’ dan ‘uh’ dan ‘ah’ dan ‘uh’ dan
Tak ada syair yang merdu
keluar dari mulutnya
kecuali ayat-ayat setan itu.
_
Doa Misoginia
Aku ingin membunuh jiwamu
tanpa harus mengeluarkan darah
seperti tradisi bangsawan Mongol
Menidurimu dengan jarum jam
yang melesat mundur menembus
ruang dan waktu.
Dalam alam mimpi yang menggangu itu, kuselimuti kau dengan berkas sejarah Witch-hunt.
Menyaksikan bagaimana perampasan otonomi atas tubuhmu terjadi
sembari meminum Efrat dan Tigris
yang mengalir dari tangis air matamu.
Sebagai manusia yang diberikan kebahagiaan atasnya, ikutilah kataku, pejamkanlah matamu untuk melayang-layang di ruang antar bintang,
dan peluklah awan Oort dan berharaplah kembali ke bumi sebagai meteor
yang jatuh di sungai Nil.
_
Kalbu
Kalbu mewujudkan kami tentang hidup.
Hidup yang tak diinginkan penguasa
Kalbu menginsyaratkan kami cahaya
Basa negara membentang redup.
Tidakah ada kebaikan bagi negara,
Selama alam gundul untuk perut
Selama orang cerdas untuk picik
Selama hempas peluru untuk pekik
Selama-lamanya akan seperti itu.
Kepalah tangan kiri, tinjulah langit.
Jika langit menurunkan hujan
Itu bukan tanda kemenangan,
Itu tanda kekalahan, perangilah!
_
Sebelum Pulang
Kulit merpati mengalun rindu
Suluh pati menyelinap dawai
Sedikit ruang amat sendu
Kupas jemari mengingat ari
Sebelum pulang
Jangkar dihempas palung
Cerobong berasap
Bertebaran senyum ibu dan sesap
Bayang pulau Jawa amat jauh
Tangis awan keluarkan pelangi
Pecut diri hangat sepi
Membalut badai dengan teduh
_
Teroris
Niatku sudah bulat
menghampiri rumah ibadah
Tafsir surga menari-nari di alam nadir
Kakiku memaksa patah untuk ragu
Kini berharap jasad tak mengenali tubuh
Di atas rumah ibadah
burung Minerva menatap malam
Saat ini tak ada yang kubenci
selain tatapannya yang tajam
Ia merasa tahu atas ketidaktahuan
Ia merasa pahit saat kuartikan manis
Ia tak pernah ada, ia kesombongan
Ia gula yang mencoba memaniskan lautan.
: Tubuhku meledak
mengeluarkan 72 bidadari.
*****
Editor: Moch Aldy MA