Guk! Guk! Guk!

Amormati dan Puisi Lainnya

Adriansyah Subekti

1 min read

Sabda

dadaku lubang sumur
dengan air keruh yang berasal
dari tangis ketakutan usia tua
dan kesepian

di dasar tanah kutemukan
sebuah peti bekas berisi hati
orang-orang ditinggalkan
dan menusuk cintanya yang membusuk

masuklah, ceburkan dirimu
yang sudah mati sebelum mati
ke dalam dadaku!

masuklah, masuk dan serahkan
hidupmu yang keparat kepada kematian
yang mengintip setiap kali matamu tak berkedip
masuklah!

(2021-2022)

Parabel Parra
: Nicanor Parra

kau berhasil
menggenggam satu abad

tanpa libur bernapas
kepada dunia; sudah kau
tinggalkan anti-prasasti
bersama roller coastermu
yang remuk redam

kau menciptakan
manifesto seperti dinamit
yang meledak dan melukai
kekhidmatan penyair dungu

kau mengakuaku anti-puisi
tetapi nama-nama adalah kesialan!

dan namamu, kuciptakan
sebagai puisi kekosongan
ya, kekosongan …

sebab hanya kekosongan
yang abadi melampaui abad

(2021)

Barang Kembar

di kamar gelap
kurebahkan bakal mayat
menatapi langit-langit keropos
akibat ulah tikus-tikus boros

suara laju bus malam tiba-tiba
masuk ke lubang kuping bersama
sisa debu dan bau apek tubuh
orang hidup

malam menjelma maling
yang urung mencuri hidup, katamu

artinya, hidup dan mati
adalah dua barang kembar
yang tinggal menunggu
kehilangannya

(2021)

Ingatanmu: Taman Bermain Sepi yang Berubah Jadi Tanah Becek dan Matahari Tak Mau Terbit

mulanya waktu-waktu menebal
ingatanmu jadi taman bermain sepi
ditinggalkan dan kehilangan tawa-tangis
anak-anak berwajah manis-kalis

di kepalamu bunga-bunga tumbuh
menjadi titik-titik warna-warni
saling terbang silang-menyilang
memutari bola-bola mata yang lengang

tubuhmu jadi pohon gundul sendirian
ingatanmu berubah jadi tanah becek
hidupmu jadi gerimis awet yang dinikmati
oleh tubuh-tubuhmu yang lain

sampai waktu-waktu menipis
umpama runcing bulan sabit,
ingatanmu berubah lagi
jadi matahari yang tak mau terbit

sekali lagi

(2020-2021)

Amormati

malam sudah menjerat tubuh sendiri
lampu kota sudah tidur
kursi taman gagah mendengkur
halte bus tetap kesepian, tanpa teman

kota ini hidup — tetapi di kota ini hidup adalah
upaya buat menunda bunuh diri dan saling bunuh
kematian sudah terjadi setiap hari; menjelma ketakutan
menjadi kehidupan

kematian kita adalah bara
tidak baru dan selalu terburu-buru;
diam mati, bergerak mati, sedih mati,
bahagia mati, muda mati, dewasa mati

kemarin lusa jadi kematian-kematian kita
kemarin jadi kematian kita, hari ini menjadi kita
besok kita mati, lusa kita mati-matian mati

kalau tidak lupa,
sudah umur berapa kematian kita, ya?

(2021)

Di Perempatan

seorang bocah duduk
di pangkuan ibu
di atas jok mobil kredit

menunggu lampu
merah berganti hijau

di perempatan

seorang bocah berjalan
tanpa alas kaki menyusuri
setiap mobil-mobil mewah

tangan di bawah, tangan di bawah
uang recehan adalah berkah

(2020)

Pemandangan

sepasang burung gereja
saling bercumbu di atas
tali jemuran bakal getas

matahari di atas kepala hari
mencoba mengeringkan
air mata dan air cucian

menyesap pada masker kain
basah digoyangkan angin

(2021)

Adriansyah Subekti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email