Kau Apiku
Aku bayangkan mati
Di pelukmu
Karena pelukmu terhangat dari segala hal
Aku es
Tidak hidup di panasmu
Aku besi
Tidak hidup di jantungmu
Detak mesin dan denyut darahmu
Aku pembuluh, sel sungai dan samuderamu
Kau jiwa, kau rantai dan oli jari-jari rodaku
Jika Bumi retak, kanvasmu merekamku
Jika sungai ke langit, aku raungmu
Jika sungai ke pohon, aku ruangmu
Jika sungai ke kota, aku bunyimu
Jika sungai ke desa, aku apimu
Maka matilah kita, matilah
Bintang jatuh di mangkuk mi ayam kita
Bintang jatuh di kota, di api rantai mesin kita
–
Aku Rantaimu
Aku rantaimu
Pegas dingin jantungmu
Pegas panas gigimu
Raung mesin denyut nadimu
Apa benar kota hilang
Ke lubang hitam
Atau berputar di komidi uang
Dan hilang ke aspal jalan besar
Desa kahyangan desa dewi-dewi
Petaka di sini, amarah langit
Amarah surga dan neraka
Pada rasionalitas Psyche
Kita bukan anak-cucu Plato
Kita bukan pembawa pesan Yunani
Tidak ada filsafat di dalam puisi
Cuma sampiran dan lembar-lembar jenaka
–
Aku dan Kau Mata Rantai
Aku dan kau mata rantai
Bunyi evolusi dan sosial yang semu
Aku dan kau jenuh pada mata rantai
Aku dan kau bebas di antariksa
Kita berdosa sejak terlahir
Tuhan tidak mau tahu, tidak mau ambil pusing
Kita bukan malaikat, iman kita tidak konstan
Kita pangkat pada bilangan avogadro
Telah ditetapkan tidak bisa berubah
Kita dikutuk stagnan
Dalam kemiskinan
Jiwa kita di dalam komidi putar
Kita tidak bisa bayangkan diri kita bahagia
Kita Sisifus
–
Aku dan Kau Bunyi-Bunyi
Abstraksi kita di dinding-dinding hotel tua
Rokok di tangan satpam
Mengintai kelelawar dan penjual siomay Pelanggan siomay orang asing
Sisifus mendorong gerobak
Bekerja meruntuhkan pemilik modal
Bunyi-bunyi merambat di dinding-dinding hotel tua
Sebuah tubuh hilang ruh, hilang jiwa
Bergelantungan menunggu perhatian
Kita sibuk memvalidasi diri sendiri
Kita narsis! Kita semua narsis
Tidak ada obatnya, kita semua sakit jiwa
Semua orang pasien jiwa, tidak ada dokter jiwa
Semua orang abstrak, semua orang pantulan
Aku Sisifus, kau Narsisus
Kita pantulan Tuhan dan malaikat
Iblis cuma abstraksi
Iblis cuma abstraksi
Iblis di dalam bunyi-bunyi
Sekularisme di permukaan danau
Riak di pantulan danau
Riak di mata Narsisus
Sisifus mendorong gerobak
Narsisus membeli siomay
–
Kita Bunyi Mata Rantai
Jangan diam dan jangan senyap
Jangan bunyi di balik kuburan
Di balik kuburan, di balik tanah
Keluar jenazah, tubuh Narsisus
Narsisus dan Oedipus
Membonceng Quixote,
Don yang kelaparan
“Aku bisa gila lima menit lagi!”
Seru Don Quixote
“Betapa komedi hidupmu.”
Kata Narsisus
Mata rantai Don Quixote, Narsisus, dan Oedipus
Bertemu di balik kuburan
Kita telah mati di dalam mitos
Demitikasi itu tujuan kita
Demitikasi itu puisi ini
Lalu apa yang kau cari di dalam puisi
Bukan larik-larik mistis penghamba abstraksi
Tapi kodifikasi dan kepuasan
Hamba hormon dan ekstatik
*****
Editor: Moch Aldy MA