Mandailing Natal adalah kabupaten yang berada paling ujung di provinsi Sumatera Utara dan kabupaten ini adalah daerah yang berbatasan langsung dengan Sumatera Barat. Di daerah Mandailing Natal ini atau yang disingkat dengan: Madina, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh penting untuk republik ini, seperti seorang Jenderal Besar bernama Abdul Haris Nasution, tokoh yang tercatat namanya dalam lembar sejarah republik ini ketika peristiwa G30S-PKI. Ada juga nama mantan Menteri Koordinator Perekonomian di periode pertama kabinet Presiden Jokowi yakni: Darmin Nasution yang lahir di desa Maga. Sementara di desa Pakantan, keluarga Adnan Buyung Nasution berasal. Di kabupaten ini pula, Bung Karno pernah berkunjung di salah satu kota yang bernama Kotanopan.
Tetapi tulisan ini tidak akan mengulas mengenai sejarah dari tokoh-tokoh yang disebut namanya di atas. Jauh dari itu, tulisan ini akan mengabarkan tentang suatu hal yang bersifat duka, yaitu: semburan lumpur panas dan bau gas menyengat yang terjadi karena kelalaian sebuah perusahaan yang bertempat di desa Sibanggor Julu. Perusahaan ini bernama PT. SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power). Perusahaan ini adalah perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang entah manfaatnya untuk apa dan untuk siapa.
Peristiwa semburan lumpur panas ini terjadi pada hari Minggu 24 April 2022. Sebelum tragedi 24 April, juga pernah terjadi kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) karena kelalaian perusahaan yang sama. Peristiwa ini terjadi sekitar Maret tahun ini, di saat masyarakat Mandailing Natal tentu masih mengingat tragedi kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) yang terjadi pada 2 Januari 2021.
Semua peristiwa itu memakan korban. Pada kejadian yang pertama di 2 Januari 2021, ada lima orang meninggal dunia dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Lalu pada kejadian di bulan Maret lalu, sekitar 50 0rang dilarikan ke rumah sakit, dan yang terjadi pada bulan ini tepatnya di hari kemarin telah mengakibatkan 21 warga dilarikan ke rumah sakit.
Dari tiga peristiwa yang diakibatkan oleh perusahaan yang sama telah mengantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa aparat keamanan dan pemerintah seharusnya bukan hanya sekadar mengevakuasi warga setempat tetapi juga mengevaluasi perusahaan tersebut, karena di dalam operasionalnya telah membuat warga sekitar tidak nyaman tinggal di rumah sendiri bahkan telah merenggut nyawa warga.
Apalagi peristiwa yang terjadi di Mandailing Natal ini bukan hanya sekadar semburan lumpur panas atau bau gas yang menyengat, tetapi lebih dari itu. Perusahaan ini semenjak ia beroperasi telah meninggalkan jejak hitam di dalam sejarah kehidupan bernegara kita. Peristiwa yang terjadi karena kelalaian pihak perusahaan telah menunjukkan adanya dua etika (ethics) sekaligus yang dilanggar: etika lingkungan (enviromenthal ethics) dan etika kemanusiaan (humanism of ethics). Dua etika ini adalah hal yang pokok dalam kehidupan, termasuk dalam pembangunan industri.
Baca juga:
PT. SMGP telah memberi kehancuran pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Karena banyak dari korban adalah petani, tentu saja ada hasil tani yang terbengkalai terlebih-lebih jika semburan lumpur itu mengarah pada sawah-sawah warga.
Ketika perusahaan tersebut mengantongi izin yang diberikan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini dari Kementerian ESDM, seolah menunjukkan pemerintah mengizinkan perusakan lingkungan pada pedesaan. Tentu saja solusi dari persoalan ini adalah segera dicabut izin operasi perusahaan tersebut. Jika tidak, korban-korban lain akan terus berjatuhan.
Memang benar, bahwa banyak warga setempat atau warga sekitar kabupaten Mandailing Natal yang bekerja pada perusahaan itu. Tetapi yang menjadi korban adalah juga warga. Jika peristiwa yang sama terjadi lagi, sangat mungkin yang akan jadi korban adalah warga yang bekerja pada perusahaan tersebut.
Gara-gara peristiwa ini, juga muncul potensi ‘perang saudara’ karena ada yang mencari nafkah melalui pekerjaannya di perusahaan tersebut dan juga ada warga yang tidak bekerja di perusahaan tersebut yang lebih fokus untuk bersawah. Secara singkat kita dapat menyimpulkan hal yang demikian, kita harus sampai pada akar dari solusi dan permasalahan, agar kita paham mana yang lebih baik untuk Mandailing Natal.
Baca juga: Masih Adakah Hak Nelayan di Sungai Tallo?
Hari-hari ini, rakyat yang jadi korban akan menagih integritas dari para pemimpin dan wakil rakyatnya. Pada DPRD Kab. Mandailing Natal, Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal, DPRD Provinsi Sumatera Utara, Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, DPR-RI, Presiden dan Wakil Presiden serta menteri-menteri terkait.
Selama ini, ketika terjadi berbagai peristiwa yang merugikan warga, pihak-pihak pemerintahan daerah Mandailing Natal akan melakukan kunjungan atau dengan bahasa yang lebih menarik: investigasi. Tetapi dari investigasi tersebut, tak kunjung ada penyelesaian masalah (problem solving) dari persoalan ini.
Sementara warga terus dicekam rasa takut, dihantui ingatan semburan lumpur panas Lapindo dari PT. Lapindo Brantas, perusahaan dari grup Bakrie, di Sidoarjo. Akankah Mandailing Natal bernasib sama?