30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Nova Salim

4 min read

Tema besar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), yakni “Gerak Bersama. Jangan Tunda Lagi. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.” Ketiga-tiganya menjadi tagar untuk mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

HAKTP diperingati dari tanggal 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. Peringatan HAKTP tidak terjadi dengan tiba-tiba. Ada sebuah peristiwa panjang, tragis, dan mengerikan yang menewaskan tiga perempuan sekaligus di tahun 1960.

Mirabal Bersaudara: dibunuh karena mereka perempuan yang melawan. Patria Marcedez Mirabal, Minerva Mirabal, dan Maria Teresa Mirabal. Las mariposas adalah julukan bagi Mirabal bersaudara. Mereka berasal dari keluarga kelas menengah yang dibesarkan di Ojo de Ague, sebuah kota yang ada di Negara Republik Dominika bagian Utara.

Dalam pendidikan di Dominika, perempuan yang memiliki pendidikan dianggap melawan budaya. Mereka yang datang dari keluarga kelas menengah, berupaya memberikan pendidikan terbaik untuk putri-putrinya di tengah minimnya perempuan yang memiliki pendidikan. Sehingga mereka menjadi perempuan-perempuan yang maju dalam hal pendidikan.

Perjuangan Mirabal bersaudara adalah perjuangan untuk demokrasi, juga keadilan. Mereka menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran Rafael Trujillo, Presiden Republik Dominika saat itu.

Kediktatoran Rafael Trujillo 1930-1960

Budaya machoisme (ekspresi kejantanan), maskulinitas, agresif, dan dominan, menjadikan perempuan sebagai manusia pasif untuk pemenuhan kepuasan seksual, juga sebagai alat untuk kenaikan status. Semua itu terjadi di bawah pemerintahan diktator Rafael Trujillo yang berkuasa sejak tahun 1930 hingga napas terakhir Mirabal bersaudara pada tahun 1960.

Aminta adalah istri pertama Trujilo yang diceraikan semata-mata karena Aminta berasal dari keluarga miskin. Trujilo kemudian sadar, bahwa, Aminta sebagai seorang miskin tidak membawa apa-apa dalam kehidupannya. Aminta hanya akan menghancurkan reputasinya.

Baca juga: Ketika Aktivis adalah Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan

Bienvenida berasal dari keluaga terpandang, dinikahi Trujilo untuk sekadar menaikkan status sosialnya. Meski begitu, tidak membuat Trujillo berlama-lama dengan Bienvenida. Bienvenida tetap diceraikan Trujillo dan Trujillo menikahi selingkuhannya, Maria. Trujillo yang berangkat dari militer, menikahi tiga perempuan.

Gampang bagi Trujillo untuk mendapatkan perempuan yang diinginkan. Baginya, penghinaan paling besar adalah ketika tawarannya tertolak. Sehingga, siapa pun, dia menyediakan penjara untuk perempuan-perempuan yang menolak, yang melawan.

Suatu hari, Mirabal bersaudara diundang untuk menghadiri pesta di rumah mewahnya di San Cristoba. Undangan yang dihantarkan langsung kepada mereka, membuat mereka menjadi sungkan untuk tidak hadir. Di rumah mewah itu, di tengah ramainya pesta, Minerva menolak dengan tegas ajakan Trujillo – mereka meninggalkan rumah mewah itu meski di luar sedang hujan badai.

“Keterlaluan! Ini keterlaluan!” Trujillo, kesal.

Penolakan Minerva adalah pemberontakan perempuan yang melawan untuk tunduk dan patuh terhadap tradisi yang terlanjur menempatkan perempuan di tempat paling bawah (subordinasi). Selanjutnya, terhadap pemerintahan Trujillo, keluarga Mirabal tidak segan-segan menunjukkan sikap oposisi mereka. Minerva kemudian menjadi perempuan pertama yang memutuskan bergabung dalam gerakan bawah tanah untuk menggulingkan Trujillo.

Colegio Inmaculada Concepcion, adalah sekolah yang membentuk kesadaran Minerva untuk melawan. Minerva mengorganisasi orang-orang yang selama ini menjadi korban atas Rezim Trujillo. Selain bersekolah di Colegio, kesadaran maju yang dimiliki oleh Minerva, dipupuk dengan membaca literatur kiri, mendengarkan siaran radio Kuba, dan Venezuela. Diterimanya situasi objektif kondisi ekonomi dan politik Republik Dominika dan semua perubahan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin lainnya – Invasi Luperion, dan Revolusi Kuba.

Baca juga: (Editorial) Rapists Are Everywhere

Selain itu, di tahun 1940, Minerva juga berkenalan dengan Pericles Franco ‘Ornes’, seorang pendiri Partai Sosialis Populer yang notabene merupakan seorang anti-Trujillo. Bersama Manuel Aurelio ‘Manolo’ Tavarez Justo, pada 14 Juni 1959, mereka sama-sama memimpin kelompok gerakan pembebasan dominika (dominican liberation movement) untuk penggulingan Trujillo. Meski pada akhirnya, gerakan ini berhasil digagalkan, setidak-tidaknya, ini menjadi inspirasi bagi rakyat Dominika sebagai usaha dalam melawan Trujillo.

Maria, Minerva, berulang kali ditangkap, dipenjara, oleh rezim Trujillo. Meski begitu, mereka menolak takluk dan tetap berjuang demi demokrasi, juga kebebasan sipil bagi rakyat Dominika. Kediaman Patria dan suami saat itu menjadi tempat konsolidasi. Kemudian, Mirabal sekeluarga, tidak terkecuali bergabung dalam gerakan revolusi.

Semua keputusan dan tindakan Mirabal bersaudara, menjadi ancaman paling besar, juga berbahaya bagi rezim Trujillo. Hal itu dikarenakan mereka berangkat dari keluarga poluler, yang dihormati, dikagumi, di Dominika. Melihat Mirabal bersaudara yang semakin menjadi-jadi, tidak butuh waktu lama bagi Trujillo untuk mengambil keputusan bahwa Mirabal bersaudara harus dibunuh dengan segera.

25 November 1960, Patria, Minerva, Maria Teresa, dan supir mereka (Rufino de la Cruz) pergi untuk mengunjungi suami Minerva dan Maria Teresa yang sedang di Penjara. Dalam perjalanan pulang, mereka dicegat oleh orang-orang Trujillo. Dengan tangan kosong, mereka mencoba melawan. Melawan sampai kewalahan. Mereka disiksa, dicekik, hingga meninggal. Orang-orang Trujillo dengan cerdas meletakkan kembali keempat mayat itu ke dalam mobil, kemudian mendorong mobil itu ke Jurang yang paling curam hingga terlihat seperti kecelakaan.

Dengan begitu menjadi jelas bahwa perempuan yang melawan subordinasi, melawan budaya machoisme, di bawah rezim Trujillo, dianggap sebagai sebuah ancaman. Kemudian ini menjadi bukti bahwa ketidaktaktoran Trujillo terhadap Mirabal bersaudara adalah bentuk kekerasan berbasis gender. Sebab, mereka dibunuh karena mereka adalah perempuan; dianggap lebih memberontak ketimbang laki-laki dan mengganggu sistem politik yang masih melanggengkan budaya machoisme.

Kemarahan rakyat Dominika bangkit karena pembunuhan Mirabal bersaudara. Saat itu juga, menjadi awal bagi kejatuhan rezim Trujillo.

25 November – 10 Desember, terhubung secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM. Mirabal bersaudara setelah hari kematian itu, menjadi inspirasi, simbol perjuangan kaum perempuan di negeri-negeri Amerika Latin, simbol pergerakan perempuan dalam tirani dan rezim gender di berbagai belahan dunia.

Untuk mengenang perjuangan mereka, hari kematian mereka, dalam konferensi feminis Amerika Latin, dan Karibia, 25 November dijadikan sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Kemudian, di tahun 1991, Women’s Global Leadership Institute menggagas 16 HAKTP sejak tanggal itu hingga 10 Desember.

25 November – Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

1 Desember – Hari AIDS Sedunia

2 Desember – Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan

3 Desember – Hari Internasional bagi Penyandang Cacat

5 Desember – Hari Internasional bagi Sukarelawan

6 Desember – Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan

10 Desember – Hari HAM Internasional

 

30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Perjalanan advokasi penghapusan kekerasan berbasis gender sudah berlangsung selama 30 tahun. Salah satu faktor lonjakan tingkat kekerasan berbasis gender adalah pandemi Covid-19. Dalam laporan The Ignored Pandemic: The Dual Crisis of Gender-Based Violence and Covid-19 yang dipublikasikan oleh Oxfam Internasional, menunjukkan adanya lonjakan sebesar 22 hingga 111 persen pada jumlah laporan yang dilakukan oleh para penyintas ke layanan bantuan terkait kekerasan berbasis gender di 10 negara (Argentina, Cina, Kolombia, Siprus, Italia, Malaysia, Somalia, Afrika Selatan, Inggris, dan Tunisia) selama masa kuncitara. Realitas serupa terjadi di Indonesia. Komnas Perempuan melaporkan adanya peningkatan aduan kekerasan terhadap perempuan sebesar 40% di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019, dimana 65% dari jumlah kasus tersebut berkaitan dengan kejahatan online atau siber.

Tingginya kasus kejahatan online atau siber, menandakan bahwa kita tidak siap dalam maju kembangnya teknologi. Maju kembang teknologi yang harusnya menjadi salah satu faktor pendukung dalam kemajuan kita, malah menjadi media berkembangnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

“16 HAKTP yang dimulai hari ini hingga 10 Desember 2021 memberikan kesempatan kepada pemerintah, legislatif, organisasi masyarakat sipil, serta masyarakat luas untuk mendorong percepatan aksi dalam memberikan kerangka perlindungan dan kebijakan yang mampu melindungi perempuan dan anak perempuan dari segala ancaman dan risiko yang dialaminya. Baik di Indonesia maupun secara global, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan meningkat, temasuk mendorong peningkatan perkawinan anak selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemulihan pandemi harus dilakukan secara adil dengan memastikan korban dan penyintas Kekerasan Berbasis Gender, termasuk KBGO mendapatkan layanan publik yang diperlukan.” Ujar Maria Lauranti, Country Director Oxfam di Indonesia, dalam diskusi public dan media gathering yang dilakukan secara daring dan luring.

Kita tahu bahwa, RUU TPKS sejak diusulkan di tahun 2016, mengalami kemunduran. 2 Juli 2020, ditarik dari Prolegnas Prioritas. Laporan KOMPAKS pada 30 Agustus 2021, RUU TPKS terbaru, yang disusun oleh Badan Legislatif DPR RI, memangkas 85 pasal yang isinya adalah perlindungan bagi korban.

Padahal, dalam RUU TPKS begitu jelas memiliki dampak publik. Meski didorong oleh kurang lebih 120 lembaga layanan masyarakat, dan ratusan jaringan masyarakat sipil, kita berhadap-hadapan dengan hambatan dukungan politik.

Diskriminasi gender yang sudah berlangsung lama, kemudian, diperburuk oleh pandemi covid-19. Upaya yang dilakukan terkait dengan pemberdayaan dan perlindungan perempuan selama kurang lebih 3 tahun akan menjadi sia-sia misalnya pemerintah tidak mempunyai strategi yang kuat.

 

Nova Salim

One Reply to “30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email